Cari Blog Ini

Jumat, 30 Juli 2010

Fenomena Facebook

" Di Balik Fenomena FacebooK "

Ketika perpecahan keluarga menjadi tontonan yang ditunggu dalam sebuah episode infotainment setiap hari.

Ketika aib seseorang ditunggu-tunggu ribuan mata bahkan jutaan dalam berita-berita media massa.

Ketika seorang celebritis dengan bangga menjadikan kehamilannya di
luar pernikahan yang sah sebagai ajang sensasei yang ditunggu-tunggu
...’siapa calon bapak si jabang bayi?’

Ada khabar yang lebih menghebohkan, lagi-lagi seorang celebrities yang
belum resmi berpisah dengan suaminya, tanpa rasa malu berlibur,
berjalan bersama pria lain, dan dengan mudahnya mengolok-olok suaminya.

Wuiih....... mungkin kita bisa berkata ya wajarlah artis, kehidupannya ya
seperti itu, penuh sensasi.Kalau perlu dari mulai bangun tidur sampai
tidur lagi, aktivitasnya diberitakan dan dinikmati oleh publik.

Wuiiih...... ternyata sekarang bukan hanya artis
yang bisa seperti itu, sadar atau tidak, ribuan orang sekarang sedang
menikmati aktivitasnya apapun diketahui orang, dikomentarin orang
bahkan mohon maaf ....’dilecehkan’ orang, dan herannya perasaan yang
didapat adalah kesenangan.

Fenomena itu bernama facebook , setiap saat para
facebooker meng update statusnya agar bisa dinikmati dan dikomentarin
lainnya. Lupa atau sengaja hal-hal yang semestinya menjadi konsumsi
internal keluarga, menjadi kebanggaan di statusnya. Lihat saja beberapa
status facebook :

Seorang wanita menuliskan “Hujan-hujan malam-malam
sendirian, enaknya ngapain ya.....?”------kemudian puluhan komen
bermunculan dari lelaki dan perempuan, bahkan seorang lelaki temannya
menuliskan “mau ditemanin? Dijamin puas deh...”
Seorang wanita lainnya menuliskan “ Bangun tidur, badan
sakit semua, biasa....habis malam jumat ya begini...:” kemudian komen2
nakal bermunculan. ..
Ada yang menulis “ bete nih di rumah terus, mana misua jauh lagi....”, ----kemudian komen2 pelecehan bermunculan.
Ada pula yang komen di wall temannya “ eeeh ini si anu ya
...., yang dulu dekat dengan si itu khan? Aduuh dicariin tuh sama si
itu....” ----lupa klu si anu sudah punya suami dan anak-anak yang manis.
Yang laki-laki tidak kalah hebat menulis statusnya “habis
minum jamu nih...., ada yang mau menerima tantangan ?’----langsung
berpuluh2 komen datang.
Ada yang hanya menuliskan, “lagi bokek, kagak punya duit...”
Ada juga yang nulis “ mau tidur nih, panas banget...bakal tidur pake dalaman lagi nih” .
Dan ribuan status-status yang numpang beken dan pengin ada komen-komen dari lainnya.

Dan itu sadar atau tidak sadar dinikmati oleh indera kita, mata kita, telinga kita, bahkan pikiran kita.

Ada yang lebih kejam dari sekedar status facebook, dan herannya
seakan hilang rasa empati dan sensitifitas dari tiap diri terhadap
hal-hal yang semestinya di tutup dan tidak perlu di tampilkan.

Seorang wanita dengan nada guyon mengomentarin foto yang baru sj di
upload di albumnya, foto-foto saat SMA dulu setelah berolah raga
memakai kaos dan celana pendek.....padahal sebagian besar yg didalam
foto tersebut sudah berjilbab

Ada seorang karyawati mengupload foto temannya yang
sekarang sudah berubah dari kehidupan jahiliyah menjadi kehidupan
islami, foto saat dulu jahiliyah bersama teman2 prianya bergandengan
dengan ceria....

Ada pula seorang pria meng upload foto seorang wanita
mantan kekasihnya dulu yang sedang dalam kondisi sangat seronok padahal
kini sang wanita telah berkeluarga dan hidup dengan tenang.

Rasanya
hilang apa yang diajarkan seseorang yang sangat dicintai Allah....,
yaitu Muhammad SAW, Rasulullah kepada umatnya. Seseorang yang sangat
menjaga kemuliaan dirinya dan keluarganya. Ingatkah ketika Rasulullah
bertanya pada Aisyah r.ha
“ Wahai Aisyah apa yang dapat saya makan pagi ini?” maka
Istri tercinta, sang humairah, sang pipi merah Aisyah menjawab “ Rasul,
kekasih hatiku, sesungguhnya tidak ada yang dapat kita makan pagi ini”.
Rasul dengan senyum teduhnya berkata “baiklah Aisyah, aku berpuasa hari
ini”. Tidak perlu orang tahu bahwa tidak ada makanan di rumah
rasulullah.. ..

Ingatlah Abdurahman bin Auf r..a mengikuti Rasulullah berhijrah dari
mekah ke madinah, ketika saudaranya menawarkannya sebagian hartanya,
dan sebagian rumahnya,
maka abdurahman bin auf mengatakan, tunjukan saja saya
pasar. Kekurangannya tidak membuat beliau kehilangan kemuliaan
hidupnya. Bahwasanya kehormatan menjadi salah satu indikator keimanan
seseorang, sebagaimana Rasulullah, bersabda, “Malu itu sebahagian dari
iman”. (Bukhari dan Muslim).

Dan fenomena di atas menjadi Tanda Besar buat kita umat Islam,
hegemoni ‘kesenangan semu’ dan dibungkus dengan ‘persahabatan
fatamorgana’ ditampilkan dengan mudahnya celoteh dan status dalam
facebook yang melindas semua tata krama tentang Malu, tentang menjaga
Kehormatan Diri dan keluarga.

Dan Rasulullah SAW menegaskan dengan sindiran keras kepada kita
“Apabila kamu tidak malu maka perbuatlah apa yang kamu mau.” (Bukhari).

Arogansi kesenangan semakin menjadi-jadi dengan tanpa merasa
bersalah mengungkit kembali aib-aib masa lalu melalui foto-foto yang
tidak bermartabat yang semestinya dibuang saja atau disimpan rapat.

Bagi mereka para wanita yang menemukan jati dirinya, dibukakan
cahayanya oleh Allah sehingga saat di masa lalu jauh dari Allah
kemudian ter inqilabiyah – tershibghoh, tercelup dan terwarnai cahaya
ilahiyah, hatinya teriris melihat masa lalunya dibuka dengan penuh
senyuman, oleh orang yang mengaku sebagai teman, sebagai sahabat.

Maka jagalah kehormatan diri, jangan tampakkan lagi aib-aib masa lalu, mudah-mudahan Allah menjaga aib-aib kita.

Maka jagalah kehormatan diri kita, simpan rapat keluh kesah kita,
simpan rapat aib-aib diri, jangan bebaskan ‘kesenangan’, ‘gurauan’
membuat Iffah kita luntur tak berbekas.

catatan
***"Iffah (bisa berarti martabat/kehormatan ) adalah bahasa yang lebih
akrab untuk menyatakan upaya penjagaan diri ini. Iffah sendiri memiliki
makna usaha memelihara dan menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak
halal, makruh dan tercela."

Rabu, 28 Juli 2010

Kasih sayang Ibu

Di sebuah rumah sakit bersalin, seorang ibu baru saja melahirkan jabang bayinya.

“Apakah saya bisa melihat bayi saya?” pinta seorang ibu yang baru melahirkan. Raut wajahnya penuh dengan kebahagiaan. Namun, ketika gendongan
berpindah tangan dan si ibu membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki mungilnya, ia terlihat menahan napas. Dokter yang menungguinya segera
berbalik memandang ke arah luar jendela rumah sakit, tak tega melihat
perubahan wajah si ibu.

Bayi sang ibu ternyata dilahirkan tanpa kedua belah telinga! Meski terlihat sedikit kaget, si ibu tetap menimang bayinya dengan penuh kasih sayang.

Waktu membuktikan, bahwa pendengaran putranya ternyata bekerja dengan
sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan buruk. Suatu hari,
anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya di pelukan si ibu sambil menangis. Ibu itu pun ikut berurai air mata. Ia tahu hidup
anak lelakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedi. Sambil terisak, anak itu bercerita, “Seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya, aku ini
makhluk aneh.”

Begitulah, meski tumbuh dengan kekurangan, anak lelaki itu kini telah
dewasa. Dengan kasih sayang dan dorongan semangat orangtuanya, meski punya
kekurangan, ia tumbuh sebagai pemuda tampan yang cerdas. Rupanya, ia pun pandai bergaul sehingga disukai teman-teman sekolahnya. Ia pun mengembangkan
bakat di bidang musik dan men uli s. Akhirnya, ia tumbuh menjadi remaja pria yang disegani karena kepandaiannya bermusik.

Suatu hari, ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan telinga. “Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuk putra Bapak. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan
telinganya,” kata dokter. Maka, orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya kepada anak mereka.

Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak
lelaki itu, “Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia,” kata si ayah.

Operasi berjalan dengan sukses. Ia pun seperti terlahir kembali. Wajahnya yang tampan, ditambah kini ia sudah punya daun telinga, membuat ia semakin
terlihat menawan. Bakat musiknya yang hebat itu berubah menjadi kejeniusan.
Ia pun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya.

Beberapa waktu kemudian, ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang
diplomat. Ia lantas menemui ayahnya, “Yah, aku harus mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar, namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya.”

Ayahnya menjawab, “Ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu.” Setelah terdiam sesaat ayahnya
melanjutkan, “Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini.”

Tahun berganti tahun. Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasia.
Hingga suatu hari, tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga tersebut.
Pada hari itu, ayah dan anak lelaki itu berdiri di tepi peti jenazah ibunya yang baru saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, si ayah membelai rambut jenazah ibu yang terbujur kaku. Sang ayah lantas menyibaknya sehingga
sesuatu yang mengejutkan si anak lelaki terjadi. Ternyata, si ibu tidak memiliki telinga.

“Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya,” bisik si ayah. “Dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan
sedikit kecantikannya, ‘ kan ?”

Melihat kenyataan bahwa telinga ibunya yang diberikan pada si anak, meledaklah tangisnya. Ia merasakan bahwa cinta sejati ibunya yang telah
membuat ia bisa seperti saat ini.

Kecantikan yang sejati tidak terletak pada penampilan tubuh, namun ada di dalam hati. Harta karun yang hakiki tidak terletak pada apa yang bisa
terlihat, namun justru pada apa yang kadang tidak dapat terlihat.

Begitu juga dengan *cinta seorang ibu pada anaknya*. Di sana selalu ada *inti sebuah cinta yang sejati, di mana terdapat keikhlasan dan ketulusan yang tak
mengharap balasan apa pun*.

Dalam cerita di atas, cinta dan pengorbanan seorang ibu adalah wujud sebuah cinta sejati yang tak bisa dinilai dan tergantikan. Cinta sang ibu telah membawa kebahagiaan bagi sang anak. Inilah makna sesungguhnya dari sebuah cinta yang murni. Karena itu, sebagai seorang anak, *jangan pernah melupakan jasa seorang ibu*. Sebab, apa pun yang telah kita lakukan, pastilah tak akan sebanding dengan cinta dan ketulusannya membesarkan, mendidik, dan merawat kita hingga menjadi seperti sekarang.

Mari, *jadikan ibu kita sebagai suri teladan untuk terus berbagi kebaikan*.

Jadikan beliau sebagai panutan yang harus selalu diberikan penghormatan. Sebab, dengan memperhatikan dan memberikan kasih sayang kembali kepada para ibu, kita akan menemukan cinta penuh ketulusan dan keikhlasan, yang akan
membimbing kita menemukan kebahagiaan sejati dalam kehidupan.